Dalam
dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian
penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini,
baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran
bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan
pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan,
senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan
literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan
biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga
tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari
obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam
tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah
mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari
serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk
mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid
secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat
basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah
ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur
yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari
segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino
yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin
dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan
yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa
alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan
sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga
melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan
jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Berikut
adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang
farmakologi :
Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial) |
Aktivitas Biologi
|
Nikotin
|
Stimulan pada
syaraf otonom
|
Morfin
|
Analgesik
|
Kodein
|
Analgesik, obat
batuk
|
Atropin
|
Obat tetes mata
|
Skopolamin
|
Sedatif menjelang
operasi
|
Kokain
|
Analgesik
|
Piperin
|
Antifeedant
(bioinsektisida)
|
Quinin
|
Obat malaria
|
Vinkristin
|
Obat kanker
|
Ergotamin
|
Analgesik pada
migrain
|
Reserpin
|
Pengobatan
simptomatis disfungsi ereksi
|
Mitraginin
|
Analgesik dan
antitusif
|
Vinblastin
|
Anti neoplastik,
obat kanker
|
Saponin
|
Antibakter
|
Perkembangan pengetahuan senyawa alkaloid luas dan semakin pesat. Pada tumbuhan didapat alakaloid yang tidak selamanya terdapat kadar senyawa alakaloid yang banyak, umpamanya hanya bisa 1%, namun begitu alkaloid juga memungkinkan hingga 18 % kadarnya, untuk mendapatkan senyawa alkaloid yang bermanfaat nantinya, alkaloid membutuhkan pencampuran dari senyawa lain, bagaimanakah proses isolasi dan pemurniannya? apakah setelah diketahui karakteristiknya, dapat dikatakan langsung alkaliod layak sebagai obat suatu organisme?
BalasHapusmenurut artikel( http://id.scribd.com/doc/37576718/10/Isolasi-Alkaloid) yang saya dapat dalam hal isolasi ini ialah, Alkaloid diekstrak dari tumbuhan yaitu daun, bunga, buah, kulit, danakar yang dikeringkan lalu dihaluskan. Cara ekstraksi alkaloid secara umum adalah sebagai berikut :
BalasHapusa.Alkaloid diekstrak dengan pelarut tertentu, misalnya dengan etanol,kemudian diuapkan.
b.Ekstrak yang diperoleh diberi asam anorganik untuk menghasilkan garamamonium kuartener kemudian diekstrak kembali.
c.Garam amonium kuartener yang diperoleh direaksikan dengan natriumkarbonat sehingga menghasilkan alkaloid–alkaloid yang bebas kemudiandiekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter dan kloroform.
d.Campuran – campuran alkaloid yang diperoleh akhirnya dipisahkan melalui berbagai cara, misalnya metode kromatografi (Tobing, 1989).
Proses isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan penentuan struktur ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tentunya memerlukan waktu yang lama untuk mendalaminya. Untuk kegunaan atau kelayakan senyawa tersebut sebagai obat, saya rasa masih harus ada penelitian lebih lanjut. kita tidak bisa menjustis bahwa alkaloid yang didapat dari hasil isolasi dan pemurnian langsung dapat digunakan untuk obat, melainkan harus juga diteliti lagi dan dicobakan terlebih dulu. inilah yang menjadi tantanga penelitian untuk terus mengembangkan ilmu pengeteahuan. saya copy kan link artikel semoga menjadi bahan referensi.
BalasHapushttps://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:PlXAsI30RWIJ:jifi.ffup.org/wp-content/uploads/2012/03/Risma..isolasi.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShIfzt_FNzLflgpVtJU52EUBK9KSaW6I4us21MpaT7P7ZAgnN3ZEQUWMQMprtxGxg9dRWe-XlfrAB2gzA-TdhW4Jwmxczw74QkY2OwkwR0-iTWeuOehYnz6Pi7qC6oxAqcUX0hj&sig=AHIEtbR93tjMQG9mh3tJg0jvWRm-b5kRrw
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid quartener.
BalasHapusProsedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama-tama diubah menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak dengan kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan cara menambahkan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya dengan menambah pereaksi mayer,Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan kandungan alkaloid yang potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar alkaloid khusus seperti brusin.
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi wagner atau dragendorff.
Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan kolom terhadap bahan alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh, terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III) klorida.
Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan) memberikan warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot. Perteaksi serium amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang berbeda dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultraungu alkaloid.
Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid Rauvolfia. Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV) setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat terlihat dengan ninhidrin. Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-asam fosfat.
Pereaksi Oberlin-Zeisel, larutan feri klorida 1-5% dalam asam klorida 0,5 N, sensitif terutama pada inti tripolon alkaloid kolkisin dan sejumlah kecil 1 μg dapat terdeteksi.
http://fredatorinsting.blogspot.com/2012/01/isolasi-dan-identifikasi-senyawa.html
menurut artikel yang saya baca, Isolasi alkaloid dilakukan dengan metode
BalasHapusekstraksí.lalu pemurniannya,
Ekstrak alkaîoid kompleks yang masih kotor
dipisahkan menjadi komponen individu.
setelah ditemukan senyawa alkaloid murni dan diketahui strukturnya, adalah dengan melakukan uji aktivitas biologi terutama untuk aplikasi farmakologi dan bioinsektisida. Setelah diketahui aktivitas biologinya, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari studi molekular (uji klinis) lebih lanjut senyawa tersebut bagi organisme (terutama manusia). Seandainya alkaloid yang diteliti, memiliki kelayakan sebagai obat, maka tantangan lain bagi para peneliti adalah mensintesis senyawa tersebut, terutama untuk mencari jalur sintesis yang sederhana dan murah, sehingga dengan sintesis dapat menyediakan pasokan alternatif obat semacam itu yang sering sukar diperoleh dari sumber alam. bisa lebih jelas juga silahkan klik: https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:dWcPaBDggH8J:isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22979699.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgEl7rnU6DVt_D6N2Z0wUryCJeiliXZ6M548pafO2ix_2Of26JY8E-J2KTuZ4XqjyPO3ztgt6GVSsTLJqNlkCR4-KUhlnZoCpQWVwdAnIJdu8z27rwmGCTkt3qHaACJBl6Kt-JW&sig=AHIEtbQIy7a6KWztnGRgWVrIkIADWkLxMA